Sabtu, 31 Desember 2016

Bocah yang Tinggal di Reruntuhan Gedung

"Dasar pelit! lonte!" suara bocah laki-laki itu bersaing dengan suara knalpot dan deru kendaraan yang lewat.


Wajah bocah itu memerah, kesal, tampak ingin memaki-maki lagi tetapi ia kemudian berjalan menjauh. Sebenarnya kata-kata yang kudengar lebih kasar dan mengerikan dari kalimat itu, tetapi aku sendiri tidak tega menuliskannya di sini. Tadi perempuan yang ia maki-maki tampak diam, tapi dari wajahnya kelihatan kaget, sekaligus marah tetapi tidak bisa membalas, atau sedikit malu. Perempuan itu membenahi poninya yang tidak menutup mata dan menarik nafas panjang. 

Bocah lelaki itu berkulit cokelat, tampak sedikit gelap agak kotor mungkin terbakar matahari, celana selutut butut, kaus lengan pendek dan kecrekan di tangan. Rambutnya kemerahan, memakai sandal jepit, kawannya tampak berbisik padanya, dia hanya tertawa mendengarnya. Mereka berjalan ke arah pengendara lain yang memandangnya dengan tatapan tak suka, antara jijik, jengkel atau mungkin sedikit takut. Takut jika kena makian kasar seperti perempuan yang tadi.

Peristiwa itu terjadi di sebuah perempatan jalan di tengah kota Jogja, beberapa tahun yang lalu. Lampu merah menahan para pengendara untuk berhenti sejenak. Aku termasuk salah satunya yang berhenti tidak begitu jauh dari perempuan itu. Dua bocah pengamen itu bernyanyi keras seadanya di dekat orang-orang yang berhenti. Jika tidak ada sekeping uang pun di tangannya, dia akan mulai memaki dengan kata kasar seperti itu. Sebagian besar tentu jengkel, marah mungkin atau kaget. Aku justru sedih mendengarnya, aku tidak menyangka bocah itu bisa berlaku seperti itu. 

Beberapa pengamen pernah aku lihat di beberapa ruas jalan. Sekarang mungkin hampir tidak ada karena peraturan yang di tempel gede-gede itu. Tetapi sebenarnya baru sekali itu menemui bocah yang semengejutkan itu. Bukannya aku membenarkan kekasaran bocah itu, yang jengkel karena tidak mendapatkan uang. Sebenarnya, aku mengenal bocah itu beberapa tahun sebelumnya.

Aku pertama kali bertemu dengannya saat aku bekerja di sebuah toko buku. Aku biasa datang pagi-pagi sekali membuka toko, mengangkat balok-balok kayu yang menjadi penutup kios saat itu. Kemudian menata buku-buku di rak luar dan dekat pintu. Menyiapkan majalah, tabloid, surat kabar apapun yang akan diambil para agen yang datang pagi-pagi sekali. 

Setiap pagi aku melihat bocah itu berjalan melewati depan kios dengan keluarganya. Mungkin keluarganya, karena mereka terdiri dari seorang perempuan yang menggendong anak kecil dan satu laki-laki dewasa, kemudian tiga atau empat anak kecil lainnya, ada yang perempuan ada yang laki-laki, jadi aku menebak mereka satu keluarga. Bocah itu kira-kira masih seumuran anak kelas empat atau lima SD saat itu. Dan dia tampak paling besar diantara anak-anak kecil yang lain. Mereka semua akan kembali sore harinya mendekati magrib saat aku dan kawan-kawan sedang menutup kios. 

Begitu terus setiap harinya, aku melihat keluarga itu melewati depan kios dan pulang sore harinya. Sesekali aku melihat mereka keluar agak siang. Pernah juga saat aku ke kamar mandi pagi sekali, aku melihat mereka keluar dari gedung kosong di bagian belakang. Rupanya mereka tidur di sana, di reruntuhan gedung yang tidak terpakai. Dengan tempat seadanya, karena tidak enak kadang aku tidak menatap mereka terlalu lama, melewati mereka begitu saja. Mereka tidur seadanya di lantai yang kotor, berbau pengap dan sampah di mana-mana. 

Dulu saat bocah itu lewat, dia tampak biasa saja, tidak berkata kasar pada kami, mungkin karena kami sama-sama berada di dekat situ. Sesekali kami bersitatap saat dia lewat, dia sering bercanda dengan adik-adiknya. Sebenarnya aku tak tahu mereka mencari uang di mana, tapi dari kecrekan itu aku mengira mereka mengamen atau sejenisnya, tapi di mananya aku tak pernah tahu. Mungkin tidak jauh dari situ karena mereka hanya berjalan kaki. 

Tentu saja dia tak mengenaliku, aku sudah agak lama keluar dari tempat itu. Kebetulan saja aku masih mengenali bocah itu meskipun sudah lewat beberapa tahun. Dia berada lumayan jauh dari tempat dulu aku sering melihatnya. Tempat dia dan keluarganya tidur. Oh ya aku baru ingat...gedung kosong itu saat ini telah berubah menjadi gedung yang bagus, sebuah tempat rekreasi bocah-bocah kaya, yang tertawa bahagia dengan keluarganya tercinta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan komentarmu di sini.

Update Berkebun